Tuesday, January 24, 2012

Short Messages for Alanis




         London yang sangat spektakuler.  Aku duduk di atas dek tepat di hadapan panorama jendala dimana Aku melihat pemandangan dan kemegahan kota. Sungguh perasaan yang campur aduk. Ada kebanggaan tersendiri karena Aku tengah menikmati hasil  jeri payah atas buku pertama yang menjadi langkah awalku dalam menyongsong karier di bidang sastra internasional. Di sisi lain, kesendirian terkadang bisa mengelabukan segalanya. Kesendirian itu menjadikanku layaknya orang kesepian. Tapi, ketika kesendirian adalah teman? Aku tak benar-benar yakin dengan pernyataan yang baru saja tersirat di benakku, biar kuulangi.. ‘ketika kesendirian adalah teman?’ Mungkin ada benarnya. Ya! Mungkin itu merupakan kebijakan Tuhan—membiarkanku berpikir lebih jernih atas apa-apa yang telah terjadi.
Aku selalu merasa terlahir tak sempurna. Bukan karena hal-hal yang tidak Aku miliki secara fisik, atau kebutuhan yang tidak pernah bisa terpenuhi. Ayah seorang pria yang bisa dibilang sukses dalam membangun kehidupan yang serba kecukupan. Semua kemewahan bisa saja secara instant dan express kudapatkan jika Aku mau. Namun Aku selalu berusaha untuk hidup sesederhana mungkin, dan kupikir Aku sudah cukup dewasa untuk tidak bertingkah  seperti `gadis penuntut. Ayah.. Sebutan yang lebih dari pantas untuk pria itu. Dengan kemuliaan hatinya, dan kasih sayangnya, Aku tumbuh menjadi wanita yang disenangi dan pintar (begitu kata Ayah yang mengaku selalu berkata benar, tidak hanya berkata baik)
Untuk mengakui dan menyadari hidup tumbuh besar  tanpa orangtua kandung, bukan merupakan hal yang mudah. Tepat lima hari sebelum keberangkatanku ke London, mungkin itu semua tidak akan pernah terungkap jika bukan Aku sendiri yang memaksa Ayah untuk menjelaskannya. Aku, Alanis sebagai gadis dewasa sudah mulai melihat semua keganjalan hidup. Berawal dari hal kecil, Aku yang tidak menemukan sedikitpun kemiripan fisik dengan Ayah dan Ibu angkatku. Dan bukti lainnya yang terus mendorong keinginan untuk mengungkap semua misteri hidup yang sudah lama kujalani. Aku bersikeras meyakinkan Ayah dan Ibu bahwa Aku sudah cukup dewasa dan memang memiliki hak untuk mengetahuinya.
Aku kesal bukan main, geram, namun Aku terlalu lemah untuk mengerahkan emosiku dengan amarah. Hingga pada puncaknya Aku hanya bisa menangis. Mereka tidak sepenuhnya salah. Tidak! Mereka jelas-jelas tidak salah! Mereka hanya malaikat penolong yang enggan melihat air muka kecewa dariku. Berusaha agar Aku bisa merasakan kesempurnaan hidup layaknya anak-anak pada umumnya, lengkap berdampingan dengan orangtua kandung mereka. Namun keadaan kini berputar seratus delapan puluh derajat dari harapan. Satu hal yang selalu berhasil merobohkan benteng pertahananku, orang tua kandung seperti apa yang tega tak mau bertanggung jawab atas anaknya sendiri? Atas masa depanku?
Benar saja. Aku tersadar dari lamunanku setelah air mata jatuh di pipi kanan. Aku benar-benar terlalu lemah untuk bertahan lebih tegar, dan... pada akhirnya Aku menangis tersedu-sedu. Kudapati tubuhku melemah dan kurasa tak sadarkan diri ketika seseorang menepuk bahuku...

***********************************************************************

Aku terbangun, dengan nafas yang sekuat tenaga kuhirup dan sedikit menusuk paru-paruku. Kudapati diriku terduduk di bangku taman sekitar tepi sungai Thames. Hingga Aku tersadar dari pingsanku sepenuhnya. Matahari menyorot tepat ke arahku. Meskipun begitu, pandanganku belum kembali normal dan kurasakan kepala bagian belakangku sakit bukan main. “Arrh..” Aku mengerang dan meremas rambutku. Kuhentakkan kakiku kesal, namun suara yang dihasilkan asing. Aku menginjak sebuah kertas. Surat? Dari siapa? Kuraih surat itu dengan tangan kananku—dan tangan kiri yang tetap memegangi kepala layaknya akan lepas.
Berhati-hatilah. Jaga kesehatanmu! Jangan terlalu stress. Ngomong-ngomong.. bukumu yang berjudul ‘God always give  what we really need, not what we really want’ sangat mengagumkan sekali. Keep the spirt up!
                                                                                                Yang Terhormat
                                                                                Penggemarmu”
Aku tersenyum. Aku baru saja mengadakan seminar pertama di London kemarin, namun merupakan buah yang mengagumkan jika Aku sudah dikenal oleh masyarakat London secepat ini. Aku kembali tersenyum. Penggemar misterius. Bukankah ini berarti dialah yang membantuku ke bangku taman? Kenapa tak ada inisiatif untuk membawaku ke apartemennya atau tempat lain yang lebih layak? Baiklah lupakan! Berterimakasih sekali setidaknya, Aku tidak dibiarkan terkulai tak berdaya di kapal pesiar.
**************************************************************************
‘‘Kau nampak cantik hari ini. Big Ben tempat yang bagus untuk dikunjungi.”                     
                                                                                Penggemar yang sama”

Surat misterius lagi? Ini cukup aneh dan mengejutkan, tapi Aku harus mengakui bahwa Aku menyukai bagaimana penggemarku memberi kejutan. Namun.. tetap saja ini sangat tidak masuk akal, darimana ia tahu hari ini Aku berencana akan pergi ke Big Ben (jam besar bersejarah di London)? Sementara Akulah satu-satunya orang yang memegang  jadwal schedule pribadiku sendiri (Ayah adalah inspirator yang baik dalam hal memanage waktu, jadi menulis schedule kegiatan setiap harinya sudah menjadi rutinitas bagiku).
Benar-benar membuatku tak habis pikir. “Baiklah sudah cukup!” Aku bergurau. Aku tak ingin membuang waktuku lebih banyak lagi memikirkan kemungkinan-kemungkinan mengenai hal konyol seperti ini. Aku bergegas mengunci pintu kamar, dan menaruh surat itu persis dimana Aku menemukannya—di bawah pintu, Aku hanya merasa terlalu repot untuk membawanya. Dengar, siapapun kau penggemar rahasia! Terimakasih banyak, tapi Aku tak pernah berharap kau menghambat semua kegiatanku! Kataku dalam hati.
Aku tahu kau gadis yang baik, karena kau terlahir untuk ituBersikaplah selembut biasanya. “
“Sepertinya ada keganjalan dengan surat kali ini. Ia tidak menyantumkan statusnya sebagai ‘penggemarku’?” Aku tertawa kecil. Kuambil pena dan kubalas surat itu dalam beberapa kalimat
Siapa dirimu sebenarnya? Apa pula upaya yang kau lakukan untukmengetahui semua bahkan hal kecil yang telah atau akan kulakukan? Apakah kau seorang indigo yang memiliki keistimewaan dalam penginderaan? Balas!Segera!’
Aku benar-benar terpancing, dan semua perkataan yang kutulis itu bukanlah sebuah lelucon. Aku memang serius. Malam ini di ruang tamu,  Aku akan memergoki orang itu! Ya lihat saja! Aku berusaha tetap terjaga. Menahan kantuk dan lelah. Namun pertahananku kembali ambruk. Aku tertidur. Dan menyesal di keesokan hari, sambil membuka surat  dengan kertas yang sama—di lokasi yang sama, Aku memutarkan bola mata karena merasa kalah dan gagal memergoki  si pengirim surat misterius.
Karena Aku selalu bersamamu..”
Apa-apaan ini! Ini tidak lucu! Ini lebih mirip teror sekarang. Aku terbelalak membacanya, perkataan itu jelas-jelas berhasil membuatku takut. Bukankah itu berarti... Tidak, sangat tidak masuk akal. Aku mencoba untuk tetap tenang, karena jika tidak.. dia bisa mengetahuinya. Dia pasti akan merasa berhasil menakutiku. Ya! Namun tak selang  beberapa menit, ketika Aku hendak menutup surat, tulisan yang belum pernah tersurat sebelumnya... muncul
“Kau akan baik-baik saja. Percayalah!’
“Arrggh!!” Kalimat yang seharusnya bisa menenangkan itu justru membuatku kalap.Pikir saja, bagaimana tulisan itu bisa muncul sementara Aku sendiri sedang sibuk membaca isi surat. Aku berlari ke luar apartemen. Mencoba menghubungi Dalton (teman baru yang kutemui di Bus ‘Hop On Hop Off’ dua hari yang lalu, karena ialah satu-satunya  orang yang kukenal dan bisa kuhubungi di London) Dengan penuh tergesa-gesa kuceritakan semua yang akhir-akhir ini terjadi. Dengan tangis ketakutan Aku meyakinkan Dalton bahwa semua yang kuceritakan adalah benar Aku alami. 
Aku memutuskan untuk menunggu Dalton di King’s Cross Superior cafe. Dengan raut wajah yang masih ketakutan. Ini kali pertama Aku mengalami hal aneh yang berkaitan dengan ghaib. Tak kurang dari tiga puluh menit, batang hidung Dalton sudah terlihat di ambang pintu. Mengingat apartemen tempat ia tinggal cukup jauh jaraknya dengan penginapanku, kurasa ia telah melalui perjalanan yang cukup express. Kami kembali ke apartemenku. Dalton membimbingku ke kamar. Ia tahu apa yang seharusnya ia lakukan sebagai laki-laki jantan. Ia meraih surat yang kujatuhkan tadi di ambang pintu. Ia terkejut melihat semua yang tertulis di dalam surat.
“Aku benar bukan? Ini lebih mirip sebuah teror! Apa yang harus kulakukan Dalton?!”
Dalton hanya mengangguk tanda setuju. Setelah itu hening beberapa saat. Aku masih sibuk menangis tak habis pikir, apa yang sedang menimpaku saat ini. Apa Aku berlebihan? Semua hal yang muncul dengan sendirinya adalah hal yang mengerikan bukan?! Aku terperanjat dengan sikap Dalton yang hanya diam memandangi isi surat tanpa ekspresi. Dia tak berpindah tempat bahkan nyaris tak bergerak saat itu.
“Dalton? Kau baik-baik saja?”
Tak ada respon yang berarti yang ia berikan.
“Dalton!!!” Aku agak membentak. Braak!! Panggilan itu serempak dengan bantingan pintu yang menutup sendirinya. Aku tak bisa berpikir lebih jernih lagi. Aku ketakutan sekali, hasratku ingin bergegas pergi  namun kakiku layaknya enggan bergerak. Dalton menoleh ke arahku perlahan. Ohh, Aku benar-benar benci hal itu!! Mengingatkanku pada adegan-adegan film horror.
                “Kau akan baik-baik saja. Percayalah! Percayalah! Percayalah!” Suara datar terlontar dari bibir Dalton. Dan suara itu... itu jelas-jelas bukan suara Dalton yang kutahu. Suaranya lebih gelap dan berat dari biasanya. Cara ia menatapku dan berjalan ke arahku. Ya Tuhan, Aku berani bersumpah itu bukan Dalton! Aku semakin terbelalak, tubuh Dalton bersimpuh di hadapanku.
“Kau tumbuh menjadi gadis yang baik dan cantik. Brittany..” Suaranya kali ini terdengar lebih tulus, tapi tunggu..Siapa? Brittany?
“Ibumu seorang wanita melayu yang baik, persis sepertimu. Ia penurut dan ramah. Aku mengenalnya disini, ya di London. Ketika ia bersekolah bahasa Inggris dan Aku yang  menjalankan study di salah satu universitas. Ibumu selalu bermimpi ingin menamakan anak perempuannya dengan nama ‘Brittany’ ”
Aku menutup mulutku dengan tangan kananku. Aku benar-benar terkejut. Jadi roh siapa yang berhadapan denganku ini? Ayah kandungku??
“Aku menikahinya di  Jakarta, Indonesia kampung halamannya seperti yang  ia pinta. Kami membuat rumah tangga yang sempurna disana, namun Aku bukan seorang suami sekaligus  ayah yang baik. Tepat pada hari kelahiranmu, Aku tidak mendampingi Ibumu layaknya suami yang baik dalam proses persalinan. Aku sibuk dengan pekerjaanku di London sebagai pusat perusahaan yang kupimpin. Hal lain terjadi pada Ibumu, ia kehilangan semangat hidup, tak ada yang menyupportnya dalam proses persalinan sementara Aku yang memiliki kewajiban untuk itu.... Ibumu meninggal tepat ketika kau kecil keluar dengan selamat dari rahimnya.
Roh itu menghela napas semestinya orang hidup.  
Betapa air mata bahagia yang ia teteskan kala ia mendapatimu di sampingnya. Siapa sangka Tuhan berkehendak lain? Tak lebih dari selang lima menit, dunia kehilangan orang yang paling sempurna yang pernah ada. Ibumu menghembuskan nafas terakhir dengan senyum tersungging dibibirnya. Atas apa yang telah terjadi—(suaranya terdengar lebih miris karena sedih) Aku mengalami depresi hingga pada akhirnya Aku menyerahkanmu kepada sepasang suami istri yang sangat ingin mempunyai momongan, mereka yang kau sebut Ayah dan Ibu. Kurasa mereka memang pantas. Aku merasa tidak layak untuk merawatmu, ditambah lagi rasa bersalah yang menghantuiku setiap waktu. Kini, Ibumu sudah berada di tempat yang selayaknya—surga. Sementara Aku, rohku mengalami penolakkan oleh bumi berkali-kali. Tepat empat puluh hari setelah kepergian ibumu, Aku berada di puncak depresiku. Aku mengakhiri hidupku dengan menenggelamkan diri ke dalam sungai Thames, dimana tempat itu menjadi awal pertemuan kita bukan begitu?” Senyumnya kembali sinis, membuatku berhenti dari tangisku dan mulai ketakutan lagi.
“Tak ada pertemuan yang tak disengaja. Semua ini perencanaan. Aku mengira sudah saatnya kau tahu seluruh latar belakang keluarga kita, dengan begitu.. misiku selesai, Aku bisa tidur tenang di alam sana. Kau akan baik-baik saja, percayalah!.” Perkataan itu melemah, dan  Dalton seperti yang menjatuhkan tubuhnya sendiri. Roh Ayah kandungku itu mungkin sudah pergi, ya..

*********************************************************************************
                Semua akan baik-baik saja kurasa. Pagi ini akan menjadi pagi yang baru dan yang tak biasa. Atas semua yang telah terjadi, Aku berniat untuk tidak mnghiraukannya karena hanya membuat hatiku sakit bukan main. Aku berencana pergi ke Britania Raya untuk menonton pentas seni kuno nan aneh, pentas kontemporer, dan melihat-lihat karya seni arsitektur dan sejarah. Dalton sudah menungguku di parking lot sejak beberapa menit yang lalu rupanya.
“Maaf menunggu lama! Ayo, kita berangkat!”
Dalton tetap menatap ke arah luar jendela mobil, tak berkedip. Lalu menoleh ke arahku dengan gerakan lambat.
“Kembali penolakkan roh oleh bumi... Kau akan baik-baik saja, percayalah!”
“Ayah?”

 created by : Anissa Prawira

Hope you like it guys! Don't forget to post some comment here :)

Saturday, January 21, 2012

Alhamdulillah :)





First post! Wohoo

           Assalamu'alaikum wr. wb


بسم الله الرحمن الرحيم

         


           This is my first post! Whohoo! I might thought that this blogger acc would be always updated (Insyaallah). I mean, this one wouldn't be neglegcted like my accs before. First of all, maybe to introduce myself is such a good way.


           Hi! It's Anissa Prawira :) full name is Anissa Nur Ihsani Prawira, Indonesian, 15years old right now. ISLAM is my religion, aka yes I AM A MUSLIM AND PROUD TO BE :)  Artworks is my hobby. I love singing, writing, and drawing too. There's no another suppose, I made this acc just for fun. It's such an expansion from my hobby (writing). I'd like to post quotes, short story, some epic picture, and I would really love if you guys want to share about evertything with me (i'm trying to be a good friend, even if only through the internet connection). 


And guys.. I always try to speak english even better, but I'm in learning period. Jadi mohon dimaklum bila masih ada banyaaaak kekurangan :/


Makasih yaa, udah mampir!


Have a nice day! Jangan lupa bersyukur atas segala keberkahan yang telah Tuhan berikan, especially untuk muslim-- Allah S.W.T.


          Wassalamu'alaikum wr. wb